Senin, 18 April 2016

PENULISAN MINGGU KE 7 PENYERAPAN TENAGA KERJA MELALUI JASA ONLINE

Tenaga Kerja Konstruksi Dan Pembangunan Infrastruktur di Indonesia
PRESIDEN Ir. H. Joko Widodo telah mencanangkan dalam kabinetnya, bahwa pembangunan infrastruktur adalah bagian penting untuk mewujudkan cita – citatrisakti dan nawacita. Pembangunan infrastruktur dimulai dari konstruksi pembangunan di banyak lokasi dan daerah. Beberapa hari yang lalu, pemerintah melalui BPS me-release data penyerapan tenaga kerja di beberapa sektor lapangan pekerjaan, sebagai berikut :
Artikel-BPS

(Data Statistik BPS, 2015 : Jumlah Tenaga Kerja per Sektor)
Data tersebut menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja di sektor konstruksi sangat minim sekali jika dibanding dengan sektor pertanian (40,12 juta orang), sektor industri (16,38 juta orang), sektor perdagangan (26,65 juta orang), dan sektor jasa kemasyarakatan (19,41 juta orang). Data ini di-releaseoleh BPS pada kwartal 1 2015, untuk melihat jumlah penyerapan tenaga kerja di Indonesia.
Sektor konstruksi kurang peminat disebabkan beberapa hal diantaranya adalah : tenaga kerja yang bergabung dalam konstruksi adalah tenaga terampil, professional, competence, dan qualified. Tenaga kerja konstruksi dituntut 4 hal tersebut dikarenakan tuntutan kerumitan serta kompleksitas dalam mengerjakan kepatuhan atas kebutuhan dan persyaratan dalam konstruksi. Kerumitan di konstruksi disebabkan karena tenaga kerja yang bergabung harus menyadari atas penjadwalan, keteknisan, prosedur – prosedur yang berlaku secara umum serta spesifik di konstruksi. Kerumitan tersebut ditambah pula dengan achievement serta compliance terhadap pemenuhan quality serta HSE (Health, Safety, and Environment), sebab konstruksi mempunyai risk cukup besar bagi keselamatan dan kesehatan manusia serta lingkungan disekitarnya.
artikel

Project Competency Personnel
Siklus diatas menunjukkan kompetensi personnel (tenaga kerja) yang dibutuhkan dalam proyek – proyek konstruksi. Tenaga kerja terlibat adalah mereka – mereka yang sudah mempunyai kemampuan atau teknologi untuk menjalankan dan eksekusi Engineering, kepatuhan kepada Quality, menyadari terhadap HSE (Health Safety Environment), mengerti dan mampu untuk melakukan Time/Schedule,maintain terhadap Cost, mampu untuk mengidentifikasi dan menurunkan tingkat Risk, dan mampu untuk mengidentifikasi Interfacing.
Hal tersebut diatas tidak bisa diperoleh oleh seorang tenaga kerja dari dunia pendidikan semata, namun lebih kepada keterlibatan tenaga kerja kepada pekerjaan atau proyek – proyek yang sudah berjalan. Dunia pendidikan hanyalah sebuah jalan singkat untuk meningkatkan teori – teori yang muncul hasil dari penelitian dan asumsi – asumsi yang terkodifikasi dengan baik. Dunia pendidikan tidak bisa menjelaskan update terhadap perkembangan kemajuan dan teknologi serta strategic penguasaan terhadap proyek  atau konstruksi yang diperoleh karena keterlibatan di kontruksi.
PMBOK (Project Management Body of Knowledge) diambil dari PMBOK – Fourth Edition, chapter 9 – Project Human Resource Management, page 215, memberikan guidance cukup jelas bahwa projectstaffing melakukan determine dan indentity human resources dengan kemampuan ketrampilan yang memenuhi untuk kesuksesan proyek. Termasuk didalamnya kebutuhan training, strategi team  building, rencana dan program – program. Dari sini terlihat bahwa project konstruksi sangat tergantung dengan ketersediaan tenaga kerja terampil, terlatih, dan competency.
Kompleksitas dalam konstruksi disebabkan karena banyak pihak tergabung serta interface dengan pekerjaan bersamaan satu waktu. Hal tersebut membutuhkan expertise agar proyek konstruksi pihak lain tidak terganggu, sementara itu proyek di yang dijalankan juga tidak sampai delay. Kompleksitas yang sering muncul adalah sequence dalam sistem eksekusi, dimulai dari Engineering, Procurement, Construction, Installation, dan Commissioning. Masing – masing sequence tersebut mengorganisirmanagement tertentu, sehingga harus sinkronisasi antar departemental. Kompleksitas juga muncul saat eksekusi dijalankan tiap departemental, yang membutuhkan penjadwalan serta kebutuhan resourcesmemadai.
Dari paragraph diatas dapat diambil benang merah agar resources dalam konstruksi harus tersedia dan memadai. Tersedia sesuai dengan waktu dan kapasitas, memadai sesuai dengan spesifikasi dan prosedur-prosedur konstruksi. Resources bisa dalam bentuk dukungan dari alat – alat berat (crane, bulldozer, atau dozer), alat – alat pendukung konstruksi (scaffolding, kalibrator, APD, fuel), atau pekerja atau sumberdaya manusia. Alat – alat tersebut bisa dibuat dan ketersediaannya hanya tergantung dari penawaran harga tinggi. Sementara personel atau pekerja konstruksi harus terlatih, trampil, dan mengerti benar atas kebutuhan – kebutuhan akan pekerjaan konstruksi.
Ketersediaan tenaga kerja memadai bagi konstruksi agar professional, competence, terampil, danqualified dapat dilakukan dengan banyak hal, diantaranya adalah dengan sistem pelatihan yang memadai serta compliance standart – standart internasional atau nasional. Pelatihan – pelatihan tersebut dilaksanakan di banyak daerah dan wilayah, agar dapat menjangkau seluruh masyarakat calon tenaga kerja terampil. Pelatihan dilakukan dari sisi softskill (management) atau hardskill (keteknisan dan operasionalitas), karena konstruksi juga meng-adopt dua hal tersebut. Pelatihan tidak hanya dilaksanakan oleh lembaga pelatihan atau deparmen pemerintahan yang ditunjuk atau sesuai dengan lingkup pembentukan departemen. Pelatihan juga bisa dilakukan oleh lembaga – lembaga lain yang mempunyai competency, leadership, dan kesadaran penuh atas kekurangan penyerapan tenaga kerja di dunia konstruksi. Sekedar informasi bahwa banyak perusahaan – perusahaan yang mengembangkanin-house training untuk peningkatan profesionalisme serta competency staff mereka, karena tuntutan untuk kemajuan perusahaan merupakan kewajiban semua pihak dalam perusahaan tersebut tidak hanya management, pun juga demikian dengan konstruksi.
Pelatihan – pelatihan untuk konstruksi sangat kurang di Jakarta, apalagi di daerah – daerah yang terlewati pembangunan, namun sayangnya hal tersebut tidak menjadi concern pemerintah, walhasil tenaga kerja di daerah – daerah yang professional menjadi berkurang. Lembaga – lembaga non government seperti IAFMI (Ikatan Ahli Fasilitas Minyak Oil and Gas), PII (Persatuan Insinyur Indonesia), SNAMOE (Society of Naval Architecture, Marine Engineering, and Offshore Engineering) dapat mengambil peranan penting untuk bisa melakukan dan membuka pelatihan – pelatihan professional, yang mendukung terciptanya tenaga kerja konstruksi trampil.
MEA 2015 sudah di depan mata, ada kemungkinan bahwa tenaga kerja konstruksi akan banyak diambil dari negara – negara lain yang akan memasuki Indonesia, hal ini bukan saja membawa negative impact, namun juga akan menutup lowongan pekerjaan bagi tenaga kerja Indonesia. Maka diperlukan sistem sertifikasi tenaga kerja Indonesia yang di-endorse oleh lembaga – lembang terkait. Sistem sertifikasi ini ditujukan untuk perlindungan konsumen, namun lebih dari itu juga sebagai komparitas tingkat keahlian tenaga kerja Indonesia dengan tenaga kerja asing. Keberpihakan untuk tenaga pekerja konstruksi Indonesia agar bisa berdiri tegak di negara sendiri adalah keharusan, maka sistem sertifikasi yang dilakukan juga harus bisa berpihak kepada tenaga kerja Indonesia.
Peran serta sekolah – sekolah dan perguruan tinggi untuk memberikan bekal ketrampilan projectconstruction, seperti : fitter, welder, foreman, supervisor atau superintendent bisa memberikan bekal positif untuk kelulusan anak didiknya, sehingga diharapkan dapat menambah ketrampilan kerja untuk tenaga kerja baru. Kesenjangan antara dunia sekolah atau perguruan tinggi dengan dunia kerja bukan lagi isapan jempol, namun lebih dari itu juga merupakan realitas di Indonesia. Dengan pelatihan sejak dini untuk diharapkan anak didik bisa mengerti atau minimal bisa membayangkan potensi pekerjaan ke depan. Sementara ini tenaga kerja konstruksi tidak diminati karena pekerja – pekerja tersebut tidak mempunyai pengetahuan mendalam untuk menjadi welder, fitter, scaffolder, foreman atau officer, inilah yang menyebabkan pemilik proyek konstruksi jarang yang mau mengambil tenaga kerja fresh graduate.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

REVIEW 5 JURNAL MSDM

Review 5 Jurnal MSDM Nama               : Hasian Nainggolan Npm                 : 23215080 Kelas                : 4eb23 Review ...