Tenaga Kerja Konstruksi Dan
Pembangunan Infrastruktur di Indonesia
PRESIDEN
Ir. H. Joko Widodo telah mencanangkan dalam kabinetnya, bahwa pembangunan
infrastruktur adalah bagian penting untuk mewujudkan cita – citatrisakti dan nawacita. Pembangunan infrastruktur
dimulai dari konstruksi pembangunan di banyak lokasi dan daerah. Beberapa hari
yang lalu, pemerintah melalui BPS me-release data penyerapan tenaga
kerja di beberapa sektor lapangan pekerjaan, sebagai berikut :

(Data
Statistik BPS, 2015 : Jumlah Tenaga Kerja per Sektor)
Data
tersebut menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja di sektor konstruksi sangat
minim sekali jika dibanding dengan sektor pertanian (40,12 juta orang), sektor
industri (16,38 juta orang), sektor perdagangan (26,65 juta orang), dan sektor
jasa kemasyarakatan (19,41 juta orang). Data ini di-releaseoleh BPS pada kwartal 1
2015, untuk melihat jumlah penyerapan tenaga kerja di Indonesia.
Sektor
konstruksi kurang peminat disebabkan beberapa hal diantaranya adalah : tenaga
kerja yang bergabung dalam konstruksi adalah tenaga terampil, professional, competence, dan qualified. Tenaga kerja konstruksi dituntut 4 hal
tersebut dikarenakan tuntutan kerumitan serta kompleksitas dalam mengerjakan
kepatuhan atas kebutuhan dan persyaratan dalam konstruksi. Kerumitan di
konstruksi disebabkan karena tenaga kerja yang bergabung harus menyadari atas
penjadwalan, keteknisan, prosedur – prosedur yang berlaku secara umum serta
spesifik di konstruksi. Kerumitan tersebut ditambah pula dengan achievement serta compliance terhadap pemenuhan quality serta HSE (Health, Safety, and Environment), sebab konstruksi
mempunyai risk cukup besar bagi keselamatan dan kesehatan manusia serta
lingkungan disekitarnya.

Project
Competency Personnel
Siklus
diatas menunjukkan kompetensi personnel (tenaga kerja) yang dibutuhkan dalam
proyek – proyek konstruksi. Tenaga kerja terlibat adalah mereka – mereka yang
sudah mempunyai kemampuan atau teknologi untuk menjalankan dan eksekusi Engineering, kepatuhan kepada Quality, menyadari terhadap HSE (Health Safety
Environment), mengerti dan mampu untuk melakukan Time/Schedule,maintain terhadap Cost, mampu untuk mengidentifikasi dan menurunkan tingkat Risk, dan mampu untuk mengidentifikasi Interfacing.
Hal
tersebut diatas tidak bisa diperoleh oleh seorang tenaga kerja dari dunia
pendidikan semata, namun lebih kepada keterlibatan tenaga kerja kepada
pekerjaan atau proyek – proyek yang sudah berjalan. Dunia pendidikan hanyalah
sebuah jalan singkat untuk meningkatkan teori – teori yang muncul hasil dari
penelitian dan asumsi – asumsi yang terkodifikasi dengan baik. Dunia pendidikan
tidak bisa menjelaskan update terhadap perkembangan kemajuan dan teknologi serta strategic penguasaan terhadap proyek atau konstruksi yang diperoleh
karena keterlibatan di kontruksi.
PMBOK
(Project Management Body of Knowledge) diambil dari PMBOK – Fourth Edition,
chapter 9 – Project Human Resource Management, page 215, memberikan guidance cukup jelas bahwa projectstaffing melakukan determine dan indentity human resources dengan kemampuan ketrampilan yang memenuhi untuk kesuksesan
proyek. Termasuk didalamnya kebutuhan training, strategi team – building, rencana dan program – program. Dari sini terlihat bahwa
project konstruksi sangat tergantung dengan ketersediaan tenaga kerja terampil,
terlatih, dan competency.
Kompleksitas
dalam konstruksi disebabkan karena banyak pihak tergabung serta interface dengan pekerjaan bersamaan satu waktu. Hal tersebut membutuhkan expertise agar proyek konstruksi pihak lain tidak terganggu, sementara itu
proyek di yang dijalankan juga tidak sampai delay. Kompleksitas yang
sering muncul adalah sequence dalam sistem eksekusi, dimulai dari Engineering, Procurement, Construction,
Installation, dan Commissioning. Masing – masing sequence tersebut mengorganisirmanagement tertentu, sehingga harus
sinkronisasi antar departemental. Kompleksitas juga muncul saat eksekusi
dijalankan tiap departemental, yang membutuhkan penjadwalan serta kebutuhan resourcesmemadai.
Dari paragraph diatas dapat diambil benang merah agar resources dalam konstruksi harus tersedia dan memadai. Tersedia sesuai
dengan waktu dan kapasitas, memadai sesuai dengan spesifikasi dan
prosedur-prosedur konstruksi. Resources bisa dalam bentuk dukungan dari alat – alat berat (crane,
bulldozer, atau dozer), alat – alat pendukung konstruksi (scaffolding,
kalibrator, APD, fuel), atau pekerja atau sumberdaya manusia. Alat – alat
tersebut bisa dibuat dan ketersediaannya hanya tergantung dari penawaran harga
tinggi. Sementara personel atau pekerja konstruksi harus terlatih, trampil, dan
mengerti benar atas kebutuhan – kebutuhan akan pekerjaan konstruksi.
Ketersediaan
tenaga kerja memadai bagi konstruksi agar professional, competence, terampil, danqualified dapat dilakukan dengan banyak hal, diantaranya adalah dengan
sistem pelatihan yang memadai serta compliance standart –
standart internasional atau nasional. Pelatihan –
pelatihan tersebut dilaksanakan di banyak daerah dan wilayah, agar dapat
menjangkau seluruh masyarakat calon tenaga kerja terampil. Pelatihan dilakukan
dari sisi softskill (management) atau hardskill (keteknisan dan operasionalitas), karena konstruksi juga meng-adopt dua hal tersebut. Pelatihan tidak hanya dilaksanakan oleh
lembaga pelatihan atau deparmen pemerintahan yang ditunjuk atau sesuai dengan
lingkup pembentukan departemen. Pelatihan juga bisa dilakukan oleh lembaga –
lembaga lain yang mempunyai competency, leadership, dan kesadaran penuh
atas kekurangan penyerapan tenaga kerja di dunia konstruksi. Sekedar informasi
bahwa banyak perusahaan – perusahaan yang mengembangkanin-house training untuk peningkatan profesionalisme serta competency staff mereka, karena tuntutan untuk kemajuan perusahaan merupakan
kewajiban semua pihak dalam perusahaan tersebut tidak hanya management, pun juga demikian dengan konstruksi.
Pelatihan
– pelatihan untuk konstruksi sangat kurang di Jakarta, apalagi di daerah –
daerah yang terlewati pembangunan, namun sayangnya hal tersebut tidak menjadi concern pemerintah, walhasil tenaga kerja di daerah – daerah yang
professional menjadi berkurang. Lembaga – lembaga non government seperti IAFMI (Ikatan Ahli Fasilitas Minyak Oil and Gas), PII
(Persatuan Insinyur Indonesia), SNAMOE (Society of Naval Architecture, Marine
Engineering, and Offshore Engineering) dapat mengambil peranan penting untuk
bisa melakukan dan membuka pelatihan – pelatihan professional, yang mendukung
terciptanya tenaga kerja konstruksi trampil.
MEA 2015
sudah di depan mata, ada kemungkinan bahwa tenaga kerja konstruksi akan banyak
diambil dari negara – negara lain yang akan memasuki Indonesia, hal ini bukan
saja membawa negative impact, namun juga akan menutup lowongan pekerjaan bagi
tenaga kerja Indonesia. Maka diperlukan sistem sertifikasi tenaga kerja
Indonesia yang di-endorse oleh lembaga – lembang terkait. Sistem sertifikasi
ini ditujukan untuk perlindungan konsumen, namun lebih dari itu juga sebagai
komparitas tingkat keahlian tenaga kerja Indonesia dengan tenaga kerja asing.
Keberpihakan untuk tenaga pekerja konstruksi Indonesia agar bisa berdiri tegak
di negara sendiri adalah keharusan, maka sistem sertifikasi yang dilakukan juga
harus bisa berpihak kepada tenaga kerja Indonesia.
Peran
serta sekolah – sekolah dan perguruan tinggi untuk memberikan bekal ketrampilan projectconstruction, seperti : fitter, welder, foreman,
supervisor atau superintendent bisa memberikan bekal positif untuk kelulusan anak didiknya,
sehingga diharapkan dapat menambah ketrampilan kerja untuk tenaga kerja baru.
Kesenjangan antara dunia sekolah atau perguruan tinggi dengan dunia kerja bukan
lagi isapan jempol, namun lebih dari itu juga merupakan realitas di Indonesia.
Dengan pelatihan sejak dini untuk diharapkan anak didik bisa mengerti atau
minimal bisa membayangkan potensi pekerjaan ke depan. Sementara ini tenaga
kerja konstruksi tidak diminati karena pekerja – pekerja tersebut tidak
mempunyai pengetahuan mendalam untuk menjadi welder, fitter, scaffolder,
foreman atau officer, inilah yang
menyebabkan pemilik proyek konstruksi jarang yang mau mengambil tenaga kerja fresh graduate.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar